Menentang Wajib Militer ‘Israel’, Rabi Yahudi Ancam ‘Kabur Massal’ ke Luar Negeri


Dikutip dari laman Hidayatullah.com – 
Kepala Rabbi Sephardic Yitzhak Yosef mengancam akan mengajak para pengikutnya pergi keluar negeri jika para pelajar agama Haredi (ultra-ortodoks) dipaksa mengikuti wajib militer.

Melansir The Cradle pada Sabtu (09/03), dia menyatakan bahwa para pelajar agama Haredi (ultra-ortodoks) tidak boleh mengikuti wajib militer “dalam kondisi apa pun, apa pun yang terjadi” dan bahwa jika mereka dipaksa untuk mengikuti wajib militer, maka para Haredi akan “pergi ke luar negeri.”

“Tanpa Taurat, tanpa kollel, tanpa yeshiva, tentara tidak akan berhasil,” katanya.

Dinas militer bagi pria dan wanita muda Israel adalah wajib, dengan beberapa pengecualian, termasuk bagi pelajar agama Yahudi di sekolah-sekolah agama biasa disebut Yeshiva.

Para pria dari Yahudi Haredi Israel dapat menghindari wajib militer dengan memperbaharui pengecualian selama satu tahun sampai mereka melewati usia wajib militer. Banyak pria yang tetap terdaftar sebagai siswa Yeshiva setelah melewati masa studi mereka untuk terus menerima pengecualian tersebut.

Pada 3 Maret, ratusan pria Haredi memblokir jalan raya utama utara-selatan meminta diakhirinya wajib militer.

Beberapa orang memegang papan bertuliskan, “Kami katakan kepada Pengadilan Tinggi – kami akan masuk penjara daripada tentara” dan “Kami akan mati dan tidak akan ikut wajib militer.”

Sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober lalu, masyarakat Zionis Israel menuduh Yahudi Haredi tidak mendukung upaya perang dan menyebut mereka sebagai “benalu.” Kaum Haredi menolak untuk berperang dan mati demi negara, sementara pada saat yang sama menerima subsidi dari negara untuk membiayai studi mereka.

Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Kepala Staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Herzi Halevi baru-baru ini menyatakan bahwa militer membutuhkan tenaga tambahan untuk melanjutkan perang di Gaza dan di bagian utara melawan Hizbullah di Lebanon. Gallant menyatakan, “Kami membutuhkan tenaga kerja sekarang-ini matematika, bukan politik.”

Selain membunuh puluhan ribu warga Palestina dan meluluhlantakkan Gaza, militer Israel juga menderita kerugian yang menyakitkan di tangan perlawanan Palestina yang dipimpin Hamas di Gaza. Pasukan penjajahan Israel telah mengerahkan hampir 300.000 prajurit cadangan dan memperpanjang masa tugas tentara yang ada.

Pekan lalu, anggota Knesset memberikan suara 61-36 untuk menolak rancangan undang-undang wajib militer universal yang diusulkan oleh ketua Yisrael Beytenu, Avigdor Liberman. Undang-undang tersebut akan mewajibkan semua orang berusia 18 tahun untuk mendaftar sebagai tentara, melakukan layanan nasional, atau menghadapi sanksi hukum.

Pada hari pemungutan suara, Wakil Ketua Knesset Moshe Roth, seorang anggota partai Haredi United Torah Judaism (UTJ), mengancam bahwa jika ada satu saja siswa yeshiva yang menutup Talmud-nya, maka tidak akan ada pemerintahan.”

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

UTJ adalah bagian dari koalisi Benjamin Netanyahu.

“Ada surplus tenaga kerja. Satu-satunya perbedaan sebelum 7 Oktober dan setelah 7 Oktober adalah persentase jumlah tentara yang bertempur,” klaim Roth.

“Jika Anda melihat bahwa tentara membawa orang-orang dari Radio Angkatan Darat atau program pendidikan atau dari band tentara, itu akan menjadi indikasi bahwa ada lebih banyak kebutuhan tenaga kerja di garis depan atau di unit-unit tempur. Namun, bukan itu yang terjadi,” tambah Roth.

Pada hari Sabtu, tentara mengumumkan kematian seorang perwira yang terbunuh dalam pertempuran di Jalur Gaza selatan, sehingga jumlah resmi tentara yang terbunuh dalam serangan darat menjadi 248 orang. Jumlah tersebut diyakini jauh lebih tinggi, karena Israel selama ini dikenal menolak untuk mempublikasikan nama-nama tentara yang terbunuh.

Perwira yang tewas adalah Mayor (res.) Amishar Ben David, 43, dari pemukiman Tepi Barat Eli dan sepupu Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.*

Powered by Blogger.
close