Pendidikan dan Kesehatan Gratis, Mampukah?


Kewajiban pendidikan tugas negara,  mengalihkan bebannya pada rakyat menyelisihi hukum syara’, sebab harusnya mereka gratis

Oleh : Desti Ritdamaya

Dikutip dari media Hidayatullah.com | Mimpi! demikian sindiran netizen jika dikatakan Indonesia bisa menggratiskan pendidikan dan kesehatan. Ya ada sikap pesimis bahkan dianggap mustahil hal tersebut terwujud.

Mengingat anggaran dalam kedua bidang tersebut teramat gendut. Tak sedikit rakyat gigit jari dalam menikmati pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Padahal asa setiap rakyat, ingin terpenuhi kebutuhan pokok tersebut secara layak dan murah.

Di media sosial bejibun video mengandung bawang yang menyajikan fakta mirisnya dunia pendidikan dan kesehatan. Ada guru dan tenaga kesehatan honorer bergaji di bawah 350.000/bulan, di potong lagi biaya transportasi dan sering telat dibayar.

Ada guru dan tenaga kesehatan berjibaku dengan jalan rusak berlumpur atau sungai ganas bermodalkan perahu seadanya demi mengabdi. Ada sekolah ambruk karena lapuk dimakan usia yang memakan korban guru dan siswa.

Ada pasien meregang nyawa tak terlayani rumah sakit lantaran tak mampu bayar. Ada tenaga kesehatan di pedalaman yang ‘berakrobat’ dengan fasilitas medis minim untuk menyelamatkan nyawa pasien.

Ada guru terpaksa tinggal di ruangan WC sekolah. Ada siswa bertaruh nyawa dengan bergelantungan di tali jembatan seberangi sungai ke sekolah. Jeritan mahasiswa seantero negeri terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Ya sejuta persoalan bak benang kusut berpangkal biaya melingkupi dunia pendidikan dan kesehatan.

Kebijakan pemerintah memang menetapkan mandatory spending untuk pendidikan paling sedikit 20% dari APBN dan APBD total anggaran. Untuk kesehatan setidaknya 5% dari total anggaran APBN dan 10% dari total anggaran APBD.

Tapi menurut International Institute for Management Development (IMD), anggaran pendidikan Indonesia termasuk rendah di dunia, yaitu peringkat 9 dari bawah.

Pun sama, menurut World Bank, anggaran kesehatan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara middle income lainnya. Sudahlah anggarannya rendah, acapkali disunat dalam penyalurannya, baik di pusat maupun di daerah.

Fakta ini sudah menjadi rahasia umum. Menyedihkan. Harus diakui belum ada komitmen kuat pemerintah menjamin pendidikan dan kesehatan rakyat.

Darimana Sumbernya?

Ada pidato menarik yang viral dari Menko Polhukam Mahfud MD tahun lalu. Beliau mengutip pernyataan pejabat PPATK Abraham Samad.

Bahwa kalau saja di dunia pertambangan dapat menghapus celah korupsi, setiap kepala orang Indonesia mendapatkan 20 juta/bulan tanpa kerja apapun. Pidato ini patut diaminkan.

Menilik pada mega korupsi timah 271 triliun. Jika dibagi sama rata besaran korupsi tersebut ke seluruh rakyat, setiap kepala akan mendapat jatah 1 juta rupiah. Padahal korupsi dunia pertambangan menjamur. 

Ini menunjukkan bahwa hasil korupsi dari dunia pertambangan saja menghasilkan cuan yang luar biasa besar. Apatah lagi tanpa dikorupsi.

Realitasnya pengelolaan pertambangan Indonesia selama ini bukan sepenuhnya di tangan negara. Maka berapa anggaran yang akan dihasilkan jika dari dunia pertambangan nihil korupsi dan sepenuhnya negara yang mengelolanya. Y

a melimpah ruah, tak terhitung lagi. Kemenkeu (2014) melansir bahwa jika seluruh Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia dicairkan dalam bentuk uang akan menghasilkan ratusan ribu triliuan rupiah. Woow.

Tak diragukan lagi, sumber keuangan dari pengelolaan SDA saja sudah lebih dari cukup menjadi sumber biaya pendidikan dan kesehatan. Tak perlu menarik sejuta pajak yang memberatkan rakyat.

Tapi sayangnya, pemerintah sampai detik ini masih menutup mata terkait sumber keuangan ini. Lantaran pemerintah memberlakukan pengelolaan SDA secara liberal kapitalistik. Yaitu pengelolaan SDA bukan di tangan negara.

Tapi diserahkan pada Badan Usaha (korporasi) baik atas nama pemerintah, swasta, maupun asing. Negara hanya berperan sebagai regulator. Negara hanya mendapat ‘jatah’ berupa royalti yang tak sepadan. Imbasnya yang mengecap manisnya limpahan cuan dunia pertambangan bukan rakyat, tapi pemilik modal (korporasi).

Tanggung Jawab Negara

Dalam Islam, pendidikan dan kesehatan termasuk kebutuhan pokok yang langsung dijamin pemenuhannya oleh negara. Artinya negara yang menyediakan biaya, sarana prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) dan semua yang terkait dalam pemenuhan kebutuhannya.

Dalilnya merujuk pada tindakan Rasulullah ﷺ dalam masa kepemimpinan di Madinah.

Untuk pendidikan, Rasulullah ﷺ memberikan upah berupa kebebasan untuk 70 orang tawanan Perang Badar, karena telah mengajar anak-anak muslim dalam membaca dan menulis.

Untuk kesehatan, Rasulullah ﷺ mendapat hadiah dokter dari Muqauqis. Beliau menjadikannya sebagai dokter umum untuk rakyat Madinah saat itu.

Beliau juga melayani serombongan orang dari kabilah ‘Urainah yang baru masuk Islam lalu jatuh sakit di Madinah. Selaku pemimpin, Beliau meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola oleh Baitul mal di dekat Quba dan diperbolehkan minum air susunya sampai sembuh.

Jelas pendidikan dan kesehatan, kewajiban pemenuhannya di pundak negara. Tindakan Rasulullah ﷺ ini juga dilanjutkan oleh kepemimpinan kaum muslim selanjutnya pasca Rasulullah ﷺ wafat.

Dianggap kezaliman, apabila kewajiban ini dilalaikan oleh negara dengan mengalihkan bebannya pada rakyat. Karena menyelisihi hukum syara’. Rasulullah ﷺ bersabda :

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.* (HR. Bukhari).

Negara menggunakan pos kepemilikan umum dari baitul mal dalam pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Pos ini diperoleh dari pengelolaan SDA air (laut, sungai, danau, rawa); padang (isi perut bumi) dan api (sumber energi panas bumi, gas, tenaga surya, api menyala).

Syari’at Islam memberikan kekuasaan pada negara untukmengelola kepemilikan umum. Diharamkan pengelolaannya diserahkan pada individu atau badan usaha (baik dalam negeri atau asing).

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad.

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Artinya : Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api .”

Apabila pos ini kosong, pembiayaannya diambil dari pos selain kepemilikan umum dalam baitul mal. Jika semua pos baitul mal kosong, kebijakan negara memungut pajak atas muslim yang kaya.

Pun jika tak mencukupi juga negara dapat mengambil langkah berhutang tanpa riba. Tapi langkah-langkah ini hanya bersifat sementara. Setelah pos terpenuhi kembali, segera dihentikan. Negara juga dapat membangkitkan semangat berinfaq rakyat dalam membantu negara terkait biaya ini.

Sehingga hanya dalam sistem Islam ada jaminan bagi rakyat menikmati pendidikan dan kesehatan secara layak dan murah. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Penulis praktisi pendidikan

Powered by Blogger.
close