[Novel Sang Pangeran Cinta] : Bab 5 Hadirnya Cucu Tercinta
Oleh Tuswan Reksameja
Mobil mewah Pak Broto memasuki halaman rumah sederhana,
Bahri, menantu yang tidak diakui oleh keluarga Pak Broto. Rumah yang sangat
sederhana, sudah berdinding tembok, namun tidak dicat itu tidak tampak perabot
mewah di dalamnya.
Baca Novel Sang Pangeran Cinta Bab 4
“Silahkan masuk Bapak.” Kata Bahri mempersilahkan Bapak mertuanya untuk masuk ke rumah sederhananya.
Pak Broto membayangkan, di saat dia hidup serba mewah, semua serba ada, harta melimpah, namun anak perempuan semata wayangnya rela pergi dari rumah, dan memilih hidup sangat sederhana Bersama laki-laki pilihannya. Ada penyesalan menyusup dalam dada Pak Broto.
“Maafkan Bapak Dinda.” Gumamnya lirih, hanya dia sendiri yang mendengarnya.
“Silahkan duduk Bapak.” Kata Bahri mempersilahkan mertuanya duduk.
Sinta tampak Bahagia, ternyata ibunya adalah anak satu-satunya orang super kaya. Binar Bahagia tampak dari wajahnya.
Teringat, beberapa hari yang lalu, di membanting piring di rumah Bapaknya karena meminta dibelikan sepeda motor. Pak Bahri lantas bekerja lebih keras mengumpulkan uang agar bisa membahagiakan anaknya membelikan sepeda motor. Kini terbayang, pasti kakeknya punya banyak duit sehingga bisa membeli motor untuk cucunya.
Sinta sudah membayangkan, dia akan keliling kota tempat tinggalnya setiap hari menaiki motor barunya. Dia akan jalan-jalan ke tempat-tempat favoritnya dengan mudah, tidak perlu lagi berdesakan naik moda angkutan umum.
“Saya ingin bicara sebentar, Ri.” Kata Pak Broto kepada Bahri yang masih sibuk merapikan tempat duduk di ruang tamunya.
“Iya pak, pripun?” Jawab Bahri sopan.
“Saya ingin anak kamu, Sinta pindah ke rumah kami di kota.” Kata Pak Broto membuka pembicaraan. “Bapak ingin menebus kesalahan kepada Dinda, istrimu kepada cucuku Sinta.” Lanjut Pak Broto. “Nanti kamu boleh juga tinggal Bersama kami jika berkenan, akan saya berikan pekerjaan yang layak di salah satu perusahaan saya.” Lanjut Pak Broto.
Terlihat Bahri diam sejenak, ada sedikit keraguan hinggap di hatinya. “Mungkinkah Bapak Subroto, sudah menerimanya sebagai anak menantu?” bisiknya dalam hati.
“Saya akan menyampaikan kepada Sinta dulu, Pak. Apakah dia mau pindah ke kota.” Jawab Bahri.
Sinta tidak mengira, ternyata kakeknya mengajaknya pindah di kota kakeknya tinggal. Akhirnya Sinta menerima tawaran kakeknya, Pak Broto. Ada kesedihan terlihat ketika dia berpisah dengan, Ayahandanya, Pak Bahri. Delapan belas tahun hidup bersama seorang ayah yang membesarkannya sendirian tanpa sekirang ibu, tentu akan terasa sangat kehilangan jika harus berpisah.
Walau Ayahandanya tidak bisa memberikan materi yang banyak, namun kasih dan sayang, tanggungjawab Ayahnya bisa dia rasakan selama hidup bersamanya. Walau beberapa pekan yang lalu Sinta mengamuk meminta sepeda motor kepada Ayahnya.
Linangan air mata membasahi pipi Sinta saat hendak berpisah dengan Ayahnya.
“Maafin Sinta ayah, jika selama ini banyak salah.” Katanya berpamitan kepada Bahri, Ayahandanya. “Sinta insyaAllah akan sering menengok ke sini.” Katanya.
“Iya Sinta, kamu baik-baik ya di sana. Jangan nakal. Jaga shalatmu.” Begitu yang disampaikan oleh Bahri menasehati Sinta, anaknya yang akan tinggal Bersama kakek nya.
****
Mobil mewah yang disopiri Juned masuk di halaman rumah
yang tampak seperti istana. Mulut Sinta sampai mengangga melihat betapa mewah
dan indahnya rumah kakeknya ini. Halaman yang luas, hamparan taman yang tertata
rapi, indah, dan sejuk. Beberapa bangunan sawung ada di halaman yang luas ini.
Ragu-ragu Sinta setelah turun dari mobil Sang Kakek.
“Ayu nduk, masuk.” Ajak Pak Broto. Sementara Juned sibuk
membawa barang bawaan Sinta dibawa masuk ke rumah.
Terlihat Ibu Broto kaget, melihat suaminya hadir membawa
gadis yang masih beliau. Bahkan Bu Broto curiga, jangan-jangan ini istri muda
Pak Broto. Namun setelah diamati sejenak, anak ini mirip sekali dengan anaknya,
Dinda.
“Siapa ini Pak? Kok sangat mirip dengan Dinda?” Tanya Bu
Broto sambil mencium tangan Pak Broto.
“Ayo, salaman dengan nenek kamu, Nduk.” Kata Pak Broto.
Sinta mencium tangan Bu Broto, bahkan dia memeluk tubuh
renta neneknya. Ibu Broto merasakan kehadiran Dinda di rumah ini. Ibu Broto
memeluk sangat erat tubuh Sinta.
“Saya Sinta, Nek.” Kata Sinta lirih kepada Bu Broto.
“Saya cucu nenek, anak dari almarhumah mamah Dinda.” Lanjut Sinta.
Bu Broto kaget mendengar kalimat almarhum Dinda yang
dikatakan Sinta.
“Berarti, Dinda anak saya sudah meninggal?” Kata Bu Broto.
“Mamah meninggal ketika meliharkan Sinta, Nek.” Jawab
Sinta dan menceritakan kisah pilu Ibundanya yang meninggal saat melahirkan
dirinya.
Ibu Broto masih terlihat sedih, buliran air mata mengalir
deras ke pipinya. Dia sangat kehilangan Dinda yang telah lebih dulu
meninggalkannya. Walaupun kini telah hadir anak Dinda, Sinta sang cucu
tercinta.
Sinta masih tidak percaya, bahwa sekarang dia menjadi
orang yang kaya raya. Semua kebutuhan hidupnya mudah didapatkan di sini.
Bahkan, dia akan dipindahkan ke sekolah favorit di kota ini. Bahkan Sinta tidak
perlu berdesak-desakan naik angkot. Bahkan kata kakek, dia akan diantar jemput
oleh mobil mewah dengan sopir Pak Juned. Membayangkan semua itu, wajah Sinta
berbinar-binar.
Bayangan kehidupan Sinta di kota asalnya kembali
terlintas. Hidup sederhana, kemana-mana naik angkutan umum, atau kadang jalan
kaki. Uang saku pas-pasan. Membayangkan Ayahnya yang kerja keras menjual mie
ayam, Ayahnya yang rela pergi pagi pulang petang hanya ingin membelikan sepeda
motor permintaan anak tercintanya, Sinta.
****
Setelah segala keperluan kepindahan sekolah Sinta
selesai, maka hari ini adalah hari pertama Sinta pergi ke sekolah barunya. Ada
raut muka Bahagia ketika Sinta mengenakan seragam SMA barunya. Yang lebih
bahagia adalah ketika Sinta berangkat sekolah naik mobil mewah lengkap dengan
sopir yang siap mengantar ke mana saja Sinta mau dan satu lagi, Sinta diberi
kartu kredit, mau belanja sapa saja tinggal gesek. Kebayang, Sinta akan belanja
sepuasnya, membeli handphone keluaran terbaru, membeli baju-baju branded, sepatu-sepatu
branded, tas-tas branded, makan sepuasnya, dan semua keinginan dia akan
terpenuhi.
“Nanti saya jemput ya, Non.” Kata Pak Juned setelah
membukan pintu mobil Sinta.
Sinta berasa terbang.
“Selamat tinggal kesusahan, selamat datang kebahagiaan.”
Gumam Sinta sambil melangkah memasuki gerbang sekolah barunya.
****
Kehadiran Sinta di keluarga Subroto membawa kebahagiaan tersendiri bagi Ibu
Broto dan Pak Broto. Bu Broto berjanji akan membahagiakan Sinta, anak dari
Dinda, yang tidak sempat Bahagia Bersama keluarga Subroto. Semua kebutuhan
Sinta akan dipenuhi, segala keinginan Sinta akan dikabulkan oleh keluarga
Subroto.
Ibu Broto jadi teringat,
betapa getolnya Dinda, ketika menentang bisnis haram Pak Broto, sehingga Dinda
rela diusir dari rumah. Lahir dari keluarga kaya raya, namun rela hidup
sederhana dan susah bersama Bahri, pemuda sederhana penjual mie ayam.
“Dinda, Ibu akan membahagiakan Sinta, anak yang engkau lahirkan dengan
mengorbankan nyawamu.” Gumamnya.
Bersambung bab 6 yaa
Post a Comment