Muak dengan Kebijakan Benjamin Netanyahu, Sejumlah Ahli Matematika Tinggalkan ‘Israel’
Dikutip dari media Hidayatullah.com – Beberapa ahli matematika terkemuka telah meninggalkan Israel karena kebijakan garis keras pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menurut laporan media.
Harian Israel Haaretz mengatakan bahwa beberapa akademisi ini telah menerima tawaran pekerjaan di luar negeri, sementara yang lain telah mengambil cuti tanpa bayaran.
Menurut surat kabar tersebut, tujuh dosen senior di jurusan matematika di Universitas Ibrani lantaran merasa muak dengan apa yang mereka sebut sebagai “kudeta rezim” – mengacu pada dominasi faksi sayap kanan sejak pembentukan pemerintahan saat ini pada Desember 2022.
Surat kabar tersebut memandang kepergian para pakar ini sebagai tanda peringatan bagi seluruh komunitas akademis ‘Israel’.
Kementerian Pendidikan memperkirakan sekitar tujuh dosen telah pergi, menandai sebuah tren karena jumlah ini lebih rendah di masa lalu.
Salah satu ahli matematika menerima tawaran dari Chicago, sementara yang lain mengambil cuti tanpa bayaran, dan banyak yang menyatakan keraguannya untuk kembali ke ‘Israel’, kata Haaretz.
Belum ada komentar dari entitas Zionis ‘Israel’ atas laporan tersebut.
Media Israel dan para penentang Netanyahu saat ini menganggap pemerintahannya sebagai pemerintahan sayap kanan paling garis keras sejak pendirian Zionis pada tahun 1948 di tanah Palestina yang diduduki.
Para ahli berpendapat bahwa masyarakat ‘Israel’ mungkin akan bergeser lebih jauh ke arah kanan menyusul serangan militer Tel Aviv yang sedang berlangsung di Gaza sejak Oktober lalu.
Dengan mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, ‘Israel’ telah menghadapi kecaman internasional di tengah-tengah serangan brutalnya di Gaza sejak serangan 7 Oktober oleh Hamas.
Hampir 39.100 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 90.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan ‘Israel’, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah-tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
‘Israel’ diyakini melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari 1 juta orang Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserang pada tanggal 6 Mei.*
Post a Comment