Begini Pernyataan Bashar Al-Assad Usai Lengser dan Kabur ke Rusia
Hidayatullah.com – Presiden rezim Suriah, Bashar Al-Assad, pasca digulingkan dari kekuasaan dan kabur ke Rusia, mengeluarkan pernyataan pertamanya pada Senin.
Assad mengaku bahwa ia dievakuasi ke Rusia dari Pangkalan Udara Hmeimim pada malam hari tanggal 8 Desember saat pangkalan udara tersebut diserang oleh pesawat tak berawak.
Pernyataan tertulisnya dipublikasikan di saluran Telegram kepresidenan Suriah dan bertanggal hari ini dari Moskow, di mana ia telah mendapat suaka.
Dia digulingkan setelah pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Hay’at Tahrir Al-Sham menyapu Suriah dalam sebuah serangan kilat, mengakhiri lebih dari 50 tahun pemerintahan tangan besi oleh keluarganya.
“Tidak ada satu pun dari peristiwa-peristiwa ini yang membuat saya mempertimbangkan untuk mengundurkan diri atau mencari perlindungan, dan juga tidak ada usulan dari pihak manapun,” kata Assad dalam pernyataan tertulis tersebut.
Dia mengatakan bahwa dia tetap berada di ibu kota Damaskus, menjalankan tugasnya hingga dini hari tanggal 8 Desember.
“Ketika pasukan teroris menyusup ke Damaskus, saya pindah ke Latakia untuk berkoordinasi dengan sekutu Rusia kami untuk mengawasi operasi tempur,” ujarnya merujuk pada pasukan oposisi.
Namun, ketika tiba di pangkalan udara Rusia di Hmeimim pagi itu, “terlihat jelas bahwa pasukan kami telah sepenuhnya mundur dari semua garis pertempuran dan posisi terakhir pasukan telah jatuh.”
Pangkalan militer Rusia itu “diserang secara intensif oleh serangan pesawat tak berawak” dan “karena tidak ada cara yang layak untuk meninggalkan pangkalan itu, Moskow meminta komando pangkalan itu untuk mengatur evakuasi segera ke Rusia,” kata pernyataan itu.
Kremlin mengatakan pada 9 Desember bahwa Presiden Vladimir Putin telah mengambil keputusan untuk memberikan suaka kepada Assad di Rusia, yang mengerahkan angkatan udaranya ke Suriah pada tahun 2015 untuk membantunya memukul mundur pasukan pemberontak.
Masa kepresidenan Al-Assad, dimulai setelah kematian ayahnya, Hafez, pada tahun 2000, telah menjadi salah satu perang paling mengerikan di abad ke-21.
Konflik dimulai pada tahun 2011 ketika warga Suriah turun ke jalan untuk memprotes pemerintah sebagai bagian dari pemberontakan pro-demokrasi “Musim Semi Arab” yang melanda Timur Tengah pada tahun itu.
Demonstrasi damai tersebut kemudian direspon dengan tindakan keras mematikan oleh pasukan keamanan rezim Assad, menyebabkan gerakan protes itu menjadi pemberontakan bersenjata.
Perang yang berlangsung selama lebih dari 13 tahun ini memecah belah negara tersebut, menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintah otoriter al-Assad melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang merajalela.
Para pejuang oposisi dan pendukung hak asasi manusia mengatakan bahwa mereka menemukan lebih banyak pelanggaran dan tanda-tanda penyiksaan serta eksekusi massal ketika mereka membebaskan penjara-penjara yang menampung ribuan tahanan di seluruh Suriah bulan ini.
Puluhan ribu warga Suriah yang diyakini berada dalam tahanan pemerintah masih belum ditemukan.*
Post a Comment