Hamtramck: Kota Kecil Amerika Ini Menemukan Kedamaian dalam Pelukan Islam
Tahun 2014, Hamtramck menempati peringkat ketujuh tingkat kejahatan terburuk di 186 kota Michigan, kehadiran imigran Muslim mengubah kota ini menjadi damai dan aman
Dikutip dari media Hidayatullah.com | DI JANTUNG negara bagian Michigan, Amerika Serikat, terdapat sebuah kota kecil yang namanya kini dikenal luas: Hamtramck.
Berada di utara Detroit, kota ini awalnya dikenal sebagai melting pot bagi para imigran Eropa Timur seperti Polandia, Albania, hingga Bosnia.
Dalam beberapa dekade terakhir, wajah Hamtramck berubah drastis. Kota ini kini menjadi satu-satunya kota di Amerika Serikat yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Di jalanan, banyak wanita berjilbab, sebagian mengenakan burka, serta para pria berjenggot. Toko-toko khas Yaman tersebar di berbagai sudut kota.
Narasi negatif tentang imigrasi Muslim, seolah-olah hal itu merupakan ancaman bagi Barat. Namun kenyataannya, menurut pejabat setempat, kehadiran komunitas Muslim justru memperkaya masyarakat lokal.
Hamtramck kini menjadi bagian yang indah dari Amerika: makanan lezat, suasana nyaman, dan masyarakat yang hidup berdampingan dengan harmonis.
Perubahan demografis ini sempat mengundang perhatian—dan kekhawatiran—dari berbagai pihak. Namun, seperti yang dituturkan oleh para penduduk setempat, kehadiran Islam justru membawa suasana baru yang damai dan harmonis.
“Kehidupan sehari-hari di sini sangat menyenangkan. Orang-orangnya ramah, saling peduli, dan komunitas-komunitas individu di sini saling menyambut satu sama lain,” ujar seorang pejabat kota Hamtramck, dikutip Korrespondent 5Pillars, Robert Carter di kanal YouTube-nya.
Di kota ini, adzan berkumandang lima kali sehari, hijab dan jubah menjadi pemandangan umum, dan masjid tersebar di berbagai sudut. Namun alih-alih menciptakan keterasingan, suasana ini justru mempererat ikatan sosial antarwarga.
“Kalau saya jujur, komunitas Muslim di sini secara budaya benar-benar telah mengambil alih. Tapi itu bukan hal negatif—justru memperkaya komunitas lokal dan membuat kota ini jauh lebih baik,” lanjutnya.
“Hamtramck kini mendekati populasi mayoritas Muslim, dengan komunitas Bangladesh dan Yaman menjadi kelompok imigran terbesar,” ujar seorang warga Hamtramck, dalam wawancara dengan NPR.
Hamtramck bukan hanya soal jumlah masjid atau restoran halal. Ini adalah rumah. Begitu kata seorang warga bernama Jessica, yang lahir dari keluarga Lebanon-Amerika.
“Budaya kami selalu datang ke sini karena kami merasa seperti berada di rumah,” ujarnya. “Mereka semua orang Arab, jadi kalian merasa baik, pergi ke mana pun, orang-orang di sini sangat ramah.”
Aman setelah Datangnya Islam
Hamtramck berdiri sebagai saksi sebuah perubahan yang menghangatkan. Dulu kota ini dikenal dengan wajah muram—rumah-rumah yang dibiarkan kosong, jalanan yang kehilangan tawa, dan bayang-bayang kejahatan yang menari di malam hari.
Namun, perubahan datang perlahan, seperti fajar yang menyentuh bumi. Bukan oleh kekuatan ekonomi, bukan pula oleh teknologi, melainkan oleh nilai—oleh Islam.
Komunitas Muslim datang membawa lebih dari sekadar harapan. Mereka datang dengan tangan terbuka, hati penuh kasih, dan semangat membangun. Rumah-rumah direnovasi, lingkungan diperindah, dan hubungan antarwarga dijahit kembali dengan benang ukhuwah.
Seorang warga yang telah tinggal di Hamtramck selama lebih dari 80 tahun berkata dengan mata berbinar,
“Saya masih tinggal di rumah yang sama sejak muda. Dahulu lingkungan ini keras dan penuh kejahatan. Tapi sejak para Muslim datang, semuanya berubah. Sekarang tenang dan indah. Mereka memperbaiki rumah-rumah, membangun komunitas. Saya cocok dengan semua orang di sini.”
Islam datang tidak dengan suara bising, tetapi dengan akhlak. Ajaran tentang menghormati tetangga, menjaga lingkungan, dan menyebar kebaikan terasa nyata di setiap sudut kota. Anak-anak dari berbagai latar belakang kini bermain bersama, tanpa mempedulikan warna kulit atau asal usul.
Komunitas ini hidup sebagai satu keluarga besar. Seorang pengunjung dari luar negeri yang menyusuri Hamtramck dengan penuh rasa ingin tahunya.
“Saya pernah mengunjungi banyak negara Muslim. Di mana pun, orang-orang Islam adalah yang paling ramah dan dermawan. Saya datang ke sini untuk melihat apakah semangat itu juga ada di Amerika. Dan ternyata, lebih dari itu—saya melihat harapan,” katanya.
Seorang pria bernama Adam Awesome yang berasal dari Dearborn, menjelaskan bahwa ia menyukai keberagaman di kota ini. “Teman-teman saya berasal dari Lebanon, Irak, Palestina. Campuran semuanya,” katanya.
Tidak hanya masyarakat biasa, pemimpin kota juga berasal dari kalangan Muslim.
“Saya berada di posisi ini untuk memberi kembali kepada kampung halaman saya,” kata Abdullah. “Tidak peduli apa pun etnis, ras, agama, atau arah doa seseorang, saya di sini untuk meningkatkan kualitas hidup semua orang,” ujar Abdullah, Wali Kota Dearborn yang masih berusia 32 tahun, menegaskan komitmennya.
Waktu berbuka puasa menjadi momen yang paling ditunggu. Di rumah Jessica, suasana penuh kehangatan terasa saat makanan khas Lebanon disajikan.
“Inilah makna Ramadan, tentang berkumpul, mencintai, dan berbagi dengan orang-orang yang kita temui, baik baru ataupun lama,” ucap Drew Binsky, seorang blogger dan vlogger perjalanan asal Amerika Serikat penuh haru saat diantar Jessica, warga Hamtramck keturunan Lebanon yang juga seorang mualaf.
Setelah makan malam, kehidupan malam Ramadan di Hamtramck belum usai. Warga beralih ke kedai kopi khas Yaman.
“Kopi Yaman itu yang terbaik,” ujar seorang pemilik kafe. “Saya ingin membangun jembatan antara budaya lewat rasa kopi.”
Tak jauh dari situ, es krim dengan topping knafeh dan custard mawar menjadi penutup sempurna.
Dulu sumber Kejahatan
Mengutip Hamtramck Review, Hamtramck, dulu mengalami tingkat kejahatan yang signifikan. Pada tahun 2013, misalnya, kota ini mencatat 366 kejahatan kekerasan dan 819 kejahatan properti, dengan tingkat kejahatan kekerasan mencapai 1.662,35 per 100.000 penduduk.
Data dari NeighborhoodScout menunjukkan bahwa tingkat kejahatan kekerasan di Hamtramck adalah salah satu yang tertinggi di negara ini, dengan kemungkinan 1 dari 151 penduduk menjadi korban.
Selain itu, pada tahun 2014, Hamtramck menempati peringkat ketujuh dalam tingkat kejahatan terburuk di antara 186 kota di Michigan, berdasarkan data FBI.
Namun, seiring waktu, dengan meningkatnya jumlah imigran Muslim, terutama dari Yaman, yang mulai berdatangan pada tahun 1960-an dan 1970-an, komunitas ini berkontribusi pada penurunan tingkat kejahatan di Hamtramck.
Pada tahun 2018, tingkat kejahatan kekerasan menurun menjadi 766,11 per 100.000 penduduk, menandai penurunan sebesar 5,2% dari tahun sebelumnya.
Faktor-faktor seperti perbaikan ekonomi, program kepolisian yang lebih baik, dan kehadiran imigran yang peduli pada komunitas diyakini berperan dalam penurunan ini.
Sejarah panjang komunitas Muslim di kawasan ini dimulai dari gelombang migrasi yang disebut-sebut dipicu oleh Henry Ford sendiri.
Legenda menyebutkan bahwa Ford pernah bertemu dengan seorang pelaut asal Yaman dan mempromosikan pekerjaan di pabrik mobilnya dengan gaji lima dolar sehari.
Kabar ini tersebar dan mendorong migrasi besar-besaran dari Yaman, Suriah, Lebanon, dan Irak. Komunitas ini membawa serta tradisi dan nilai-nilai mereka, termasuk makanan khas seperti baklava, balewa, dan tentu saja, kurma.
Hamtramck kini bukan sekadar kota. Ia adalah perwujudan dari nilai Islam yang menyentuh realita. Tidak ada kampanye besar-besaran. Tidak ada revolusi. Hanya ketulusan yang pelan-pelan mengubah wajah kota.
“Islam bukan hanya agama yang saya pelajari di masjid. Saya mempelajarinya di Amerika, melalui kehidupan sehari-hari, melalui interaksi, melalui kedamaian,” ujar salah satu warga Muslim kelahiran New Jersey.
Hamtramck kini menjadi tempat perlindungan bagi banyak Muslim, termasuk mereka yang merasa terasing di tempat lain. Seorang Muslimah muda yang tinggal di kota ini dengan penuh semangat berkata:
“Ini satu-satunya tempat di Michigan di mana saya bisa merasa bukan orang buangan. Saya dikelilingi oleh orang-orang yang mirip saya, yang tidak menghakimi saya, dan yang berbicara seperti saya.”
Ketika sebagian media luar menggambarkan Islam sebagai ancaman, pengalaman langsung warga Hamtramck menceritakan hal yang sebaliknya.
“Islam tidak menindas saya. Jilbab saya melindungi saya, bukan mengekang saya. Saya merasa dihargai karena isi hati dan pikiran saya, bukan karena penampilan saya,” ujar seorang perempuan Muslim yang menjadi tokoh aktif di komunitasnya.
Bahkan bagi mereka yang berasal dari latar belakang berbeda, Islam menjadi jalan menuju kedamaian batin. Seorang narasumber mengisahkan pertemuannya dengan seorang mualaf keturunan Meksiko yang memutuskan memeluk Islam setelah mengenal kehidupan Muslim secara langsung.
“Dia bilang, itu adalah keputusan terbaik dalam hidupnya. Setelah mengenal Islam, semua stereotip negatif yang dulu ia dengar terbukti tidak benar,” kenangnya.
Ketenangan yang ditawarkan Islam tampaknya menjadi daya tarik tersendiri, bahkan bagi yang belum mengenalnya.
“Islam bukan hanya menyenangkan secara akal, tapi juga menenangkan hati. Ia memberikan arah dan makna hidup yang banyak orang di Barat telah kehilangan,” menurut salah satu tokoh Muslim lokal.
Hamtramck kini berdiri sebagai bukti nyata bahwa Islam bukanlah ancaman, melainkan sumber kedamaian. Di tengah dunia yang penuh konflik identitas dan kekhawatiran sosial, kota kecil ini menunjukkan bahwa perbedaan bisa menjadi kekuatan—asal dipupuk dengan saling menghargai.*
Post a Comment