Mendidik, Bukan Menghardik


Oleh Dr. KH Nashirul Haq, Lc. MA.

Menjaga kehormatan manusia termasuk salah satu tujuan syari'at Islam. Oleh karena itu, dakwah harus berupaya memberikan didikan yang baik kepada umat binaannya, bukan hardikan dan celaan yang merusak kehormatannya. Di sinilah berlaku kaidah, "at-tarbiyah la at ta'riyah" artinya dakwah itu mendidik, bukan menelanjangi.

Ajakan atau seruan dakwah harus dilakukan dengan cara yang bijaksana, penuh kesabaran dan kasih sayang. Bahkan menghindari cara yang kasar atau mengandung kebencian sehingga menyakiti hati dan perasaan orang lain.

Setiap dai harus sadar bahwa dakwah bukan ajang untuk menghakimi, mencaci maki atau merendahkan, melainkan wasilah untuk melembutkan hati, mencerahkan jiwa dan mencerdaskan pikiran. Rasulullah telah memberikan keteladanan dakwah yang penuh kelembutan dan kasih sayang, sikap bijak dan sabar dalam mendidik umatnya.

Diriwayatkan dari Abu Umamah bahwa seorang pemuda datang kepada Rasulullah dan berkata "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk berzina." Maka orang-orang di sekitarnya berteriak dan berkata, "Diam! Diam! Namun Rasulullah berkata: "Biarkan dia mendekat." Pemuda itu mendekat hingga ia sangat dekat dengan Rasulullah. Lalu beliau bertanya: "Apakah engkau suka jika hal itu terjadi pada ibumu?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu." Rasulullah pun berkata, "Demikian pula orang lain tidak menyukainya untuk ibu mereka." Kemudian Rasulullah pun bertanya, "Apakah engkau menyukainya untuk putrimu? Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu." Rasulullah pun berkata, "Demikian pula orang lain, tidak menyukainya untuk putri mereka." Rasulullah melanjutkan, "Apakah engkau menyukainya untuk saudara perempuanmu?" Pemuda itu menjawab, "Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu." Rasulullah bersabda, "Demikian pula orang lain tidak menyukainya untuk saudara perempuan mereka." Hal itu pun berlanjut pada pertanyaan tentang bibi dari pihak bapak dan bibi dari pihak ibu dengan jawaban serupa. Akhirnya pemuda itu berkata, "Wahai Rasulullah, berdoala kepada Allah untukku." Rasulullah pun meletakkan tangannya pada pemuda itu dan berdoa:

للهُمَّ اغْفِرْ ذَتْبُهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ

"Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan jagalah kemaluannya." Setelah itu, pemuda tersebut tidak lagi tergerak untuk melakukan hal-hal semacam itu. (Musnad Ahmad, Hadits Abi Umamah al Bahili, no. 22137, 36/545).

Hadits ini mengajarkan cara Rasulullah mendidik dan membimbing seseorang yang belum kuat imannya, disikapi dengan penuh empati dan kasih sayang. Bukan mempermalukan dan menelanjang pribadinya.

Dalam realitas kehidupan manusia, terkadang pada diri seseorang terdapat iman dan amal shale di satu sisi, namun kemaksiatan dan dosa di sisi lain Keduanya tidak saling menghilangkan. Maksudnya orang yang memiliki keimanan dalam hatinya tidak ada jaminan terhindar dari dosa, begitupula orang yang berbuat dosa bukan berarti tidak ada iman dalam dirinya.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa seorang laki-laki bernama Abdullah sering membuat Rasulullah tertawa. Beliau pernah menghulam orang tersebut dengan cambukan karena minuman keras (khamar). Suatu hari, dia dibawa menghadap Rasulullah, lalu beliau menyuruh untuk dicambuk. Salah seorang yang hadir berkata: "Ya Allah, kutuklah dia! Betapa sering dia dibawa (karena pelanggaran ini)." Kemudian Rasulullah bersabda:

لَا تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ»

"Janganlah kalian mengutuknya, demi Allah yang aku ketahui, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya." (Sahih al Bukhari, no. 6780, Kitab al Hudud, Bab Ma Yukrahu min la'ni syaribi al khamri, 8/159)

Pikiran sebagai karunia dari Allah kepada manusia, diibaratkan seperti benteng yang kokoh. Tidak ada kekuatan apapun yang mampu menyingkap rahasia dan menjangkau kedalamannya, atau mengubah keyakinannya. Para penguasa yang zalim misalnya, mungkin bisa melakukan tindakan apa saja terhadap tubuh orang-orang yang dihukum, bahkan memaksa untuk mengucapkan pengakuan atau pernyataan tertentu. Akan tetapi, mereka tidak dapat mengendalikan perasaan dan pikiran seseorang. Ini membuktikan kelemahan dan ketidakmampuan manusia untuk menjangkau pikiran manusia.

Kesimpulannya, salah satu kunci kesuksesan dalam mencerahkan umat melalui dakwah adalah mendidik, bukan menghardik, mengajak bukan mengejek, serta bersikap ramah dan bukan marah. Sikap dai yang memiliki jiwa pendidik akan memudahkan umat untuk menerima pesan dakwah yang disampaikan.

*Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah
Sumber Majalah Suara Hidayatullah Edisi Syawal 1446H/2025M
Powered by Blogger.
close